Nama asli : Virgiawan Listanto
Nama popular : Iwan Fals
Nama panggilan : Tanto
Tempat tgl. Lahir : Jakarta, 3 September 1961
Alamat sekarang : Jl. Desa Leuwinanggung No. 19 Cimanggis,
Bogor Jawa Barat - Indonesia
Pendidikan : SMP 5 Bandung,
SMAK BPK Bandung,
STP (Sekolah Tinggi Publisistik, sekarang IISIP),
Institut Kesenian Jakarta (IKJ)
Orang tua : Lies (ibu), alm.Sutopo (ayah)
Isteri : Rosanna (Mbak Yos)
Anak : Galang Rambu Anarki (almarhum)
Anissa Cikal Rambu Basae
Rayya Rambu Robbani
Hobi : sepakbola, karate
Berikut adalah dua dari sekian seri perjalanan hidup Iwan Fals yang dirilis tabloid Bintang Indonesia.
- Belajar Gitar, Ngamen, Hingga Rekaman
Dia lahir tanggal 3 September 1961. Kata ibunya, ketika dia berumur bulanan, setiap kali mendengar suara adzan magrib aku selalu menangis. Dia nggak tau kenapa sampai sekarang pun aku masih gampang menangis. Biar begini-begini, dia orangnya lembut dan gampang tersentuh. Sebagai contoh, menyaksikan berita di televisi yang memberitakan ada orang sukses lalu medapatkan penghargaan atas prestasinya, dia pun bisa menangis. Melihat seorang ibu yang menunjukkan cinta kasihnya pada anaknya, juga bisa membuat dia tersentuh dan lalu menangis.
Bicara perjalanan karir musiknya, dimulai ketika dia aktif ngamen di Bandung.dia mulai ngamen ketika berumur 13 tahun. Waktu itu dia masih SMP. dia belajar main gitar dari teman teman nongkrongnya. Kalau mereka main gitar dia suka memperhatikan. Tapi mau nanya malu. Suatu hari dia nekat memainkan gitar itu. Tapi malah senarnya putus. Dia dimarahi. Sejak saat itu, gitar seperti terekam kuat dalam ingatannya. Kejadian itu begitu membekas dalam ingatannya.
Dulu dia pernah sekolah di Jedah, Arab Saudi, di KBRI selama 8 bulan. Kebetulan di sana ada saudara orang tuanya yang nggak punya anak. Karena tinggal di negeri orang,dia merasakan sangat membutuhkan hiburan. Hiburan satu-satunya baginya adalah gitar yang diabawa dari Indonesia. Saat itu ada dua lagu yang selalu dia mainkan, yaitu Sepasang Mata Bola dan Waiya.
Waktu pulang dari Jeddah pas musim Haji. Kalau di pesawat orang-orang pada bawa air zam-zam, dia cuma menenteng gitar kesayagannya. Dalam perjalanan dalampesawat dari Jeddah ke Indonesia, pengetahuan gitarnya bertambah. Melihat ada anak kecil bawa gitar di pesawat, membuat seorang pramugari heran. Pramugari itu lalu menghampirinya dan meminjam gitarnya. Tapi begitu baru akan memainkan, pramugari itu heran. Soalnya suara gitarku fals. "Kokkayak gini steman-nya?" tanyanya. Waktu itu, meski sudah bisa sedikit-sedikit dia memang belum bisa nyetem gitar. Setelah membetulka gitarnya, premugari itu lalu mengajarinya memainkan lagu Blowing in the Wind-nya Bob Dylan.
Waktu sekolah di SMP 5 Bandung dia juga punya pengalaman menarik dengan gitar. Suatu ketika, seorang gurunya menanyakan apakah ada yang bisa memainkan gitar. Meski belum begitu pintar, tapi karena ada anak perempuan yang jago memainkan gitar, dia menawarkan diri. "Gengsi dong," pikirnya waktu itu. Maka jadilah dia pemain gitar di vokal grup sekolahnya.
Kegandrungannya pada gitar terus berlanjut. Saat itu teman-teman mainnya juga suka memainkan gitar. Biasanya mereka memainkan lagu-lagu Rolling Stones. Melihat teman-temannya jago main gitar, dia jadi iri sendiri. dia ingin main gitar seperti mereka. Daripada nggak diterima di pergaulan, sementara dia nggak bisa memainkan lagu-lagu Rolling Stones, dia nekat memainkan lagunya sendiri. Biar jelek-jelek, yang penting lagu ciptaannya sendiri, pikirnya.
Untuk menarik perhatian teman-temannya, dia membuat lagu-lagu yang liriknya lucu, humor, bercanda-canda, merusak lagu orang. Mulailah teman-temannya pada ketawa mendengarkan lagunya.
Setelah merasa bisa bikin lagu, apalagi bisa bikin orang tertawa, timbul keinginan untuk mencari pendengar lebih banyak. Kalau ada hajatan, kawinan, atau sunatan, dia datang untuk menyanyi. Dulu manajernya Engkos, yang tukang bengkel sepeda motor. Karena kerja di bengkel yang banyak didatangi orang, dia selalu tahu kalau ada orang yang punya hajatan.
Di SMP dia sudah merasakan betapa pengaruh musik begitu kuat. Mungkin karena dia nggak punya uang, nggak dikasih kendaraan dari orang tua untuk jalan-jalan, akhirnya perhatiannya lebih banyak tercurah pada gitar. Sekolahnya mulai nggak benar. Sering bolos, lalu pindah sekolah.
Dia merasakan gitar bisa menjawab kesepiannya. Apalagi ketika sudah merasa bisa bikin lagu, dapat duit dari ngamen, mulailah dia sombong. Tetapi sesungguhnya semuanya itu kulakukan untuk mencari teman, agar diterima dalam pergaulan.
Suatu ketika ada orang datang ke Bandung dari Jakarta. Waktu itu dia baru sadar kalau ternyata lagu yang dia ciptakan sudah terkenal di Jakarta. Maksudnya sudah banyak anak muda yang memainkan lagunya itu. Malah katanya ada yang mengakui lagu ciptaannya.
Sebelum orang Jakarta yang punya kenalan produser itu datang ke Bandung, dia sebetulnya sudah pernah rekaman di Radio 8 EH. Dia bikin lagu lalu diputar di radio itu. Tapi radio itu kemudian dibredel.
Setelah kedatangan orang Jakarta itu, atas anjuran teman-temannya, dia pergi ke Jakarta. Waktu itu dia masih sekolah di SMAK BPK Bandung. Sebelum ke Jakarta dia menjual sepeda motorku untuk membuat master. Dia tidak sendirian. Dia bersama teman-teman dari Bandung: Toto Gunarto, Helmi, Bambang Bule yang tergabung dalam Amburadul.
Kami lalu rekaman. Ternyata kasetnya tidak laku. Ya sudah, dia ngamen lagi, kadang-kadang ikut festival. Setelah dapat juara di festival musik country , dia ikut festival lagu humor. Kebetulan dapat nomor. Oleh Arwah Setiawan (almarhum) lagu-lagu humornya lalu direkam, diproduseri Handoko. Nama perusahaannya ABC Records. Dia rekaman ramai-ramai, sama Pepeng (kini pembawa acara kuis Jari-jari, jadi MC, dll), Krisna, dan Nana Krip. Tapi rekaman ini pun tak begitu sukses. Tetap minoritas. Hanya dikonsumsi kalangan tertentu saja, seperti anak-anak muda.
Akhirnya dia rekaman di Musica Studio. Sebelum ke Musica, dia sudah rekaman sekitar 4 sampai 5 album. Setelah rekaman di Musica itu, musiknya mulai digarap lebih serius. Album Sarjana Muda, misalnya, musiknya ditangani Willy Soemantri.
Setelah tinggal di Jakarta dan masuk studio rekaman, dia masih tetap ngamen dari rumah ke rumah, kadang di Pasar Kaget, Blok M. Tapi setelah di Jakarta dia mulai mikir honor. Soal honor ini mau nggak mau jadi salah satu pemacu juga. Apalagi sebagai anak muda, dia juga butuh pacaran, butuh nonton. Ya, kebutuhan yang wajar bagi anak-anak mudalah.
- Berharap Lewat Musik Bisa Memberi Arti
Dari kecil dia bercita-cita jadi tentara. Untuk memperjuangkan cita-citanya itu, dia menekuni olahraga. dia aktif di bidang beladiri, silat, karate, kung fu, juga jenis olahraga yang lain, seperti sepakbola, basket, dan volly. Di bidang olahraga dia sempat berprestasi. Pernah juara II Karate Tingkat Nasional, terus pada 1989 Juara IV Karate Tingkat Nasional. Dia sempat masuk pelatas. Dia juga sempat melatih karate di tempatku kuliah, STP (Sekolah Tinggi Publisistik).
Tapi ternyata musik lebih menarik-narik. Musik dia rasakan lebih menggelitik. Olahraga dia ambil untuk kesehatan saja. Filosofi menang-kalah dia hilangkan. Kalau terjun di dunia olahraga, di sana selalu saja ada yang menang atau kalah. Sementara, dia kan lembut. Jadi, kalau melihat musuh kalah dalam komite Karate, ya dia terenyuh juga. Makanya, kalau mau ikut perlombaan, nomor komite dia tinggalkan. dia ambil Kata Perorangan. Jadi benar-benar seni karatenya. Dan dia ambil nilai sportivitasnya.
Di Swami banyak hikmah yang dapat kuambil. Kita kan makhluk sosial yang tidak mungkin lepas dari pengaruh orang lain. Pasti ada pengaruh, dari dalam atau dari luar.
Dari situ syair-syairnya jadi berubah. Dia menilai mulai ada pengendapan, tidak lagi frontal. Juga mulai universal. Apakah itu suatu kemajuan atau kemunduran, dia tidak tahu. Yang dia tahu ada perubahan dalam syair-syairnya, dan menurutnya itu wajar saja. Namun, kalau misalnya basic musiknya "merah", paling akan berubah jadi "merah tua" atau "merah muda". Nggak mungkin berubah menjadi "hitam", "hijau", "kuning", atau biru".Dia berharap dalam musik kehadirannya berarti. Syukur-syukur buat orang lain juga berarti.
Dia masuk televisi setelah tahun 1987. Rekaman pertama tahun 1979. Waktu siaran Manasuka Siaran Niaga di TVRI, sempat sih lagu Oemar Bakri keluar di TVRI.
Masa kecilnya akrab dengan harmonika. Dulu pernah dikasih harmonika merk Hero. Di depan kunci C dan di sisi lainnya kunci G. aku nggak belaajr secara khusus, karena harmonika kan tinggal niup saja.
0 comments:
Post a Comment